27 Des 2008

Dari sisi seorang ibu

Menulis blog ini, gue mulai dengan menarik napas dalam. Tidak terlalu panjang, tapi dalam. Dan ternyata tetap tidak mampu mengenyahkan sesak di dada ini. Setengah mati menahan genangan air di pelupuk mata ini agar tidak jatuh bercucuran, kumohon airmata, jangan jatuh... aku sedang di kantor, tidak mungkin aku menumpahkan segala sedihku di ruangan aquarium ini...


Memang benar, kita tidak pernah tau rasanya hingga kita punya anak, yang terlahir dari rahim kita sendiri. Dulu tiap kali mami ngelarang, ngasih perhatian, atau pun ngasih masukan ini itu... yang mana gue anggep seperti laler2 ijo rame2 berterbangan di seputar kepala gue (terjemahan: terasa ganggu banget!) lalu gue ngelawan, sok berargumen dengan segala kekeras kepalaan, dan keluarlah kalimat sakti seorang ibu, "Nanti kamu ngerasain sendiri kalo udah punya anak!"


Bagi gue saat itu, apalah artinya tu kalimat. Nggak mesti nunggu punya anak, gue bisa tau kok apa yang mami rasain. Segala kasih sayang, amarah, kekuatiran, dan harapan mami ke gue anaknya....... gue taulaahhh......!!

Nope! I was a total idiot til I'm in the exact position she pointed! Semua yang gue pikir gue udah tau kira2 rasanya, saat gue bener2 di posisi seorang ibu, gue baru tersadar bahwa empati terbaik yang bisa gue rasakan dulu jika dibandingkan dengan sekarang, ibarat tai lalat di dagu Rano Karno. Ya, gue pikir udah cukup besar, ternyata perbandingannya adalah......... bulan? Langit? Jagad raya? Gue speechless, nggak ada 1 perumpamaan pun yang bisa menggambarkan kedahsyatan kasih seorang bunda ke buah hatinya.


Bukan berharap kelak anak gue berani ngelawan, tapi terkadang sering terbersit berandai-andai. Gimana ya, kalo Kalum nanti berseberangan pendapat sama gue, lalu menyampaikannya dengan cara yang menyakitkan hati....? Naudzubillaah, baru ngebayangin aja, hati gue rasanya udah sakiiitt...beneran. Dan lagi2 gue mo nangis, nggak sanggup nahan sedih. Padahal itu baru seandainya........ Rasa yang nggak pernah gue pahamin sebelumnya, sebelum Kalum ada. Belum lagi kekuatiran gue yang luar biasa terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Kalum. Ada miss sedikit aja, bisa bikin gue kalang kabut, hari hancur berantakan, semua orang kena semprot... dan jantung gue terus2an mo copot dari tempatnya, akan terus begitu hingga semuanya beres kembali. Hidup gue seketika menjadi Kalumcentered!


Kata2 sakti yang sering mami ucapin dulu ketika udah kewalahan menghadapi anak2nya, baru gue pahami sekarang.


Dan hati gue jadi lebih mudah tersentuh kalo udah berhubungan dengan bayi atau anak2. Tiap gue lihat sosok mereka, seakan gue lagi ngeliat anak gue sendiri. Kalo misal mereka jalan2 naik motor tanpa dibalut penghangat selayaknya, gue langsung kuatir, takut anak itu masuk angin. Kadang saat motor si gembul melintasi mereka, pengen rasanya gue negur orangtuanya utk masangin jaket ke anaknya, atau setidaknya dipeluk erat2, jangan dibiarkan menantang angin begitu. Kasihan, bu.... dia malaikat permata hati kita yang tercinta....


Suatu hari gue dapet kiriman email tentang "Ranjang Maut". Saat gue buka, gue terperangah! Di sana ada sesosok malaikat mungil yang....ya Tuhan..... mati lemas, karena kehabisan oksigen. Sepertinya dia mau turun dari ranjang dan terjepit di sela2 dipan, ah nggak perlu gue terusin detilnya, yang jelas saat itu gue langsung lari ke toilet, nangis sesunggukan, dan telpon Gembul buat melampiaskan emosi gue. Belum lagi kalo liat berita ibu buang bayinya di angkotlah, di jalanlah, di tempat sampahlah..... it's so out of my human senses and logics....



Mereka adalah anak2 hati gue, hanya garis takdir yang menentukan siapa yang terlahir dari rahim ini hingga mendapat prioritas lebih, dalam kasih sayang dan pemenuhan tanggungjawab.

2 hari lalu, Gembul kasih gue sebuah buku yang dia pinjem dari Teteh, "Sepotong Cinta di dalam Hati", dengan sub judul Renungan Seorang Ayah Mendampingi Anak Autis. Kalimat2nya yang tulus dan menyayat hati, dikombinasikan dengan rasa keibuan gue sekarang, membuat gue terus menerus bekerja keras untuk nggak menangis sepanjang membaca buku kecil ini.


Pikiran gue membayangkan sosok Tita, anak dari si penulis. Dan tentunya yang nggak bisa hati dan otak gue tolak........ pikiran ini melayang ke Almer........... Almer-ku..........'anak' pertamaku......... yang terlahir dari rahim kakak ipar gue, Biby. Yang hingga detik ini masih belum mampu berbicara layaknya kemampuan anak umur 2,5 tahun, yang seringkali menangis melolong sedih karena nggak mampu menyampaikan apa yg dia maksud, yang sinar mata malaikatnya membuat gue ingin mengorbankan apa pun di diri gue untuknya, yang kelakuan rusuhnya terkadang membuat geli sekaligus trenyuh, karena gue tau betapa dia haus akan perhatian sehingga kadang dilampiaskannya dengan beraksi ini itu untuk menarik perhatian kami......


Maafkan aku yang hanya bisa memelukmu, menciummu, mengajakmu berbicara, dan bermain sesempatku. Aku hanya bisa berdoa agar kondisimu tidak seburuk yang kami kira. Yaa Allah, lindungilah setiap titik sel dan darah keturunan2 kami dari segala keburukan. Love u all, anak2ku.. .Almer & Kalum, dan buah hati- buah hati yg belum terlahir...



Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

0 komentar:

Posting Komentar