Mungkin buat orang lain nggak penting, tapi buat gue yang lumayan peduli sama masalah bahasa, gue ngerasa terganggu...banget. Makin lama bahasa Indonesia makin mengenaskan.
Tulisan ini gue bikin setelah beberapa menit lalu gue nonton acara berita di trans7. Saat mereka wawancara salah satu menteri soal serbuan batik Cina yg diimpor ke Indonesia, tebak bagaimana dia menyebut 'Cina'???? Yep! "Chaina"...dengan kata lain seperti cara melafalkan dengan lidah bule. gwehehhe...dahsyat banget impact dari Metro TV tuh, ya?
Fyi, bisa dibilang Metro TV-lah pelopor pelafalan kata 'Cina' menjadi 'China (baca: chaina)'. Yang isunya itu cuma keinginan pribadi dari salah satu petinggi di stasiun TV ini, karena mungkin kata 'Cina' seperti sebuah momok di Indonesia, berkesan merendahkan dan rasis.
Apa pun alasannya, hal ini sudah merusak kaidah Bahasa Indonesia yg baik dan benar. Dan ironisnya, ini dilakukan oleh stasiun TV yang boleh dikatakan memiliki pengaruh relatif besar dan menjadi acuan. Apakah gue terlalu berlebihan? Rasanya nggak juga, mengingat gue menemukan hampir semua stasiun TV lain ikut2an menggunakan kata 'chaina'.
Nggak cukup sampai di situ, sekarang Metro TV melafalkan Beijing dengan sebutan asli di negaranya 'pei-cing'. Oke, boleh saja kalau memang itu kesepakatannya, tapi kenyataannya selama ini kan semua nama negara dan kota dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan lidah Indonesia. Kita tidak menyebut 'Paris' dengan 'Pari', toh? Lagipula, sebenarnya mau dibawa kemana? Mengikuti lafal negara asli, atau internasional? Kalau negara aslinya, kenapa disebut 'chaina'? kalau internasional, kenapa 'pei-cing'?
Yah, meski sekecil apapun, gue nggak pernah mau menyepelekan segala bentuk kesalahan yang gue tau memang salah...(dengan menitikberatkan pada media massa ya)
untuk menyebut contoh: melafalkan 'Indonesia', bukan 'Endonesia' (nyebut 'Indomie' aja mampu, ini nama negeri sendiri...???)
Berhubung masih dalam rangka protes-memprotes, masih banyaaaak...daftar keprihatinan gue:
1. gaya bahasa di media-media cetak dan iklan (tv & cetak) makin berantakan. hal ini nggak kita temui di media2 cetak atau iklan sampai awal tahun 1990-an. seberapapun gaulnya itu media, mereka tetap bangga menggunakan kaidah berbahasa. kalau ada bahasa slang atau istilah asing, nggak lupa mereka bikin italic (cetak miring) untuk membedakan.
Bahkan judul2 koran sekarang banyak yang seenak udel--> "Hahaha...sukurin lo ketangkep!"
meskipun koran kelas2 lampu merah, tapi tolong, dong...parah juga ada batasnya!
2. Gue makin bingung sama penggunaan titik pada singkatan. pada kenyataannya titik2 ini sering dilupakan....kasihan.... :' (
3. Banyak huruf mubazir, tapi malah banyak huruf yang tidak tertampung. Buat gue 'V' dan 'F' saat dilafalkan tidak ada bedanya, buat apa? Huruf 'X' sudah bisa diwakili oleh huruf 'K' digabung dengan 'S', sama halya 'NG' dan 'NY' tidak dikasih huruf tersendiri kan?
Justru huruf 'e taling'--> monyet, dan 'e pepet'--> beruk tidak dikasih solusi.
Memang soal huruf abjad yang 26 buah itu sudah standar internasional itu, gue gak bisa merubah apa2. Tapi banyak negara yg menambahkan huruf2 tertentu utk menampung kebutuhan bahasa di negaranya yg tidak tertampung oleh huruf2 standar yg 26 tadi. Jadi, knp kita tidak melakukannya jg?
4. Banyak kata yang belum tertampung dalam kosa kata indonesia, eeh malah mengubah2 kata yang sudah ada. 'Pengemudi' diubah jadi 'pramudi', dll. Sementara kata 'internet' saja dari dulu tidak ada padanannya dalam bahasa kita, dan masih banyak kata lain yang terlunta-lunta nasibnya karena tidak diberikan padanan kata yang baik dalam bahasaIndonesia.
Mungkin maksudnya jadi kata serapan, tapi kosa kata asing yang berujung huruf vokal (biasanya huruf 'e') jadi sulit ditambahi imbuhan.
5. Penggunaan bahasa asing yang ditulis dengan lafal Indonesia. ampun, Tuhan! ini yang paling ganggu! 'fashion' jadi 'fesyen', 'cute' jadi 'kiyut'... halah halahh!!
.
0 komentar:
Posting Komentar