"Wah lo sekarang rapihan/cakepan/segeran/gemukan/etc yaaa... udah ada yang ngurusin sih ya sekarang."
Atau ada bentuk lainnya dari maksud yg sama, "Buruan gih nikah, biar ada yang ngurusin."
Kalimat itu standarnya ditujukan ke kaum cowok. Mau itu ditujukan ke dia atau ke teman2nya kek, tetap aja Mbul kurang sreg dengernya.
Terlalu serius menanggapi sesuatu yang cuma basa-basi? Yeah, itu mungkin cuma basa-basi. Tapi berangkat dari opini yang beneran emang dipegang teguh di masyarakat kita.
"Salah kaprahnya orang2, seakan2 nikah buat cowok tuh tujuannya buat diurusin." komentar Mbul. Miris.
Jadi cuma semacam peralihan dari jadi oroknya emak #1 menuju jadi oroknya emak #2. No wonder beberapa PRT janda yang pernah kerja sama gue mikir2 sejuta kali untuk nikah lagi.
"Ngapain lah Bu, mending fokus sama anak2 aja. Nikah lagi juga bukannya meringankan beban kehidupan, malah nambah2in yang diurusin. Kalo anak saya 3, nikah lagi itungannya anak saya jadi 4 (si suami maksudnya), belum lagi kalo nambah anak dari suami baru. Haduuhh..."
Sudah jamak di kultur kita, yang namanya perempuan masa kini itu, mau dari kalangan manapun, seperti sebuah kewajiban untuk kerja bantu2 suami cari nafkah. Bukannya demi pemuasan bathin/hobi/bakat/kemampuan sang istri loh. Bukaaann... Melainkan memang demi membantu sesuatu yang harusnya adalah kewajiban utama kaum suami. Kalo ngga gitu, biasanya semua pihak bakal menganggap sang istri ini macam benalu, numpang hidup, atau beban.
Uhwaaw... *bentar, tercengang dulu sejenak*
Nah, sudah bantu2 cari nafkah pun, istri akan terus-menerus diingatkan sama kalimat sakti "YANG PENTING JANGAN LUPA SAMA KODRATNYA WANITA".
Kodrat wanita itu apa? Oke, kita kesampingkan dulu kodrat wanita versi agama ya, tapi bahas versi masyarokat aja dulu.
Berabad2, beribu2, bahkan mungkin berjuta2 tahun, di semua belahan bumi, ada kesepakatan tak tertulis bahwa kodrat wanita yang sudah berkeluarga adalah mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak, juga mengurus diri sendiri (eeyymm...harus terakhir yg diri sendiri). Entah dari mana datangnya kesepakatan yang sangat ngga fair itu. Padahal dalam kata "mengurus kebutuhan rumah" aja, itu sudah mencakup pekerjaan dari sekian banyak profesi. Belum bahas urus2 yang lain loh ya.
Dan kaum suami (yang juga jadi bagian yang kudu diurusin macam bayi baru lahir yg belum punya kemampuan apa2), kebanyakan ogah turun tangan bantu2 istri dalam urusan domestik dan anak. "Ih, itu kan kerja'an perempuan, bukan urusan lakik!"
Mantap..! Giliran urusannya laki, semacam nyari nafkah, doi butuh bantuan istri buat turun tangan, tanpa malu2. Giliran urusannya laki, semacam benerin genteng, listrik, rumah ada yang rusak, mobil ngadat, doi angkat telpon buat panggil n bayar orang. Lakik dari manenye ente?
Sama2 capek kerja di luar, tapi yang membezakan adalah... suami pulang2 langsung angkat kaki ke meja, pencet2 HP or remote TV, minta dibikinin ini itu sama istri. Sementara istri pulang2 langsung beberes rumah, mandi'in-nyuapin-ngeladenin anak2 main atau belajar, plus tentu ngurus segala kebutuhan sang Bayi Besar yang berkedok suami.
Mari kita tercengang berjama'ah lagi dua jenak....
Atau jangan2, malah bingung kenapa mesti tercengang saking diri kalian sendiri merasa ini sudah sedemikian wajarnya?
Gembul sendiri ngga serta merta punya pemahaman seperti sekarang. Saat masih pacaran dulu, dia maunya punya istri yang juga bekerja secara profesional. Tapi itulah gunanya masa berpacaran. Menyamakan visi misi.
Dulu kita banyaakk banget diskusi soal ke depan maunya dan harusnya gimana. Ngobrolin, diskusi'in, debatin...bahkan kadang sampe berantem, ga ada yang kita haramkan. Karena kita pengen sebelum keluarga kecil ini terbentuk, harus yakin dulu kita searah setujuan. Jadi biarlah kalo ada masalah datangnya dari hal2 di luar sana aja, jangan dari pilot dan kopilotnya yang ribut sendiri satu mau ke kanan satu mau balik lagi ke airport. Nah, kalo seandainya solid kan insyaAllah enak mau ngadepin masalah kaya' apapun.
So, pertanyaan pertama yang sebaiknya dipertanyakan ke kalian yang baru mau, atau bahkan mungkin sudah menikah, adalah.... "Apa sih landasan keluarga kita ini?".
Jawaban bisa macem2. Mungkin "demokrasi", mungkin "liberal, bebas, modern, kekinian", mungkin "istri itu babunya suami", mungkin "duit lu-duit lu, duit gua-duit gua", boanyaaakk... banget pilihannya, sodara2.
Kalian pikir ada beberapa yang gue tuliskan di atas itu terlalu kasar? Hey, itu fakta, banyak terjadi di sekitar kita. Hanya aja mereka dulu terlalu naif dan memilih ngga membahasnya, karena mengira rumahtangga akan berjalan ideal begitu saja tanpa direncanakan.
Kalo kami berdua dulu, akhirnya sepakat memilih agama yang kami berdua anut untuk jadi landasannya.
Alaahh... STD banget sih Des? Mayoritas juga emang landasannya agama kok tanpa dibahas2 jugak!
Kenapa perlu dibahas? Karena kita perlu kupas satu persatu hal2 yang paling fundamental. Bukan hanya terlihat relijius di permukaan, sementara di dalam rumahtangga ada yang tertindas hak2nya secara agama.
Semacam, hukumnya istri bekerja cari nafkah tuh gimana?
Karena landasannya agama, so setiap permasalahan ya dikembalikan aja ke apa kata Tuhan dan apa contoh Rosul-Nya. Dan dengan itu, pada akhirnya prinsip Gembul adalah...
"Kamu dan anak2 ada dalam pengurusan aku. Karena mandat dari Allah langsung yang menyatakan bahwa kebutuhan sandang, pangan, papannya anggota keluarga adalah kewajiban dari imam keluarga."
Itu baru bahas kebutuhan lahir yang paling pokok lho ya. Belum lagi kalo kita loncat bahas kebutuhan bathin seperti dari yang simpel2: bersenda gurau dengan keluarga, menyediakan waktu & energi yang utama justru untuk keluarga (bukannya hanya sisa2 waktu/energi karena udah kebanyakan kegiatan or nongkri2 sama temen2 di luar sana macam orang masih single), semuanya ADA diatur dalam Qur'an dan Hadits. Lengkap.
Kalo kebutuhan lahir, berarti bicara soal SANDANG, PANGAN, PAPAN. Pakaian, makanan, dan rumah. Whole package.
Misalnya rumah, bukannya si suami beli'in batu bata sama semennya doang, trus istrinya yang disuruh bangun sendiri. Misalnya pakaian, tentu bukannya suami hanya kasih kain 100 meter terus istri disuruh jahit sendiri. Begitu pun makanan, bukanlah mandat Tuhan hanya meliputi beli bahan2nya, lalu istri yang WAJIB memasaknya.
Bukan :)
Sandang, pangan, papan...itu bicara satu kesatuan untuk seluruh urusan di dalamnya. Suami menyediakan sudah SIAP PAKAI.
Rumah bukan hanya sudah jadi, tapi juga kewajiban suami lah segala urusan di dalamnya, mulai dari melengkapi furnitur, mengurus kebersihannya, serta memperbaiki jika ada kerusakan. Namun jika suami merasa tidak mampu melakukannya sendiri, maka pilihan kewajiban nomer 2 adalah membayar orang lain untuk melakukan semua itu.
Pakaian bukan hanya beli siap pakai, atau bayar orang untuk menjahitkan, tapi juga mencuci dan menyetrikanya. Kalau suami merasa ngga mampu, maka wajiblah dia membayar orang untuk melakukannya.
Makanan bukannya tau jadi tau makan, melainkan kewajiban suami lah menghantarkan makanan siap santap pada keluarganya. Jika istri menolak untuk memasak, tidak lah ada dosa di sisi istrinya, karena kewajiban itu Tuhan tulis untuk kaum suami.
Kultur atau budaya umat manusia lah yang telah sukses mencuci otak kita semua, memutarbalikkan fakta mana yang haq mana yang bukan.
Kalau ada yang bilang, "Gilelu ndro, masa suami disuruh ngelakuin semua itu?? Udah lah dia yang cari nafkah, masa dia juga yang kudu masak, cuci setrika baju, beres2 rumah, dll. Dimana logikanya?? Istri macam apa yang menuntut suaminya mampu ngelakuin semua itu seakan2 suaminya bukan manusia?? Dianggap apa suaminya? Robot? Babu?"
Ehem. Bukankah itu yang selama ini para suami tuntut untuk istri lakukan? Bantu kerja cari nafkah, sekaligus bantu masak, bantu beberes rumah, bantu cuci-setrika baju, bahkan bantu urus diri suami... Nyaris ga sempat napas buat dirinya sendiri.
Kok selama ini ngga pernah ada yang bilang itu ga adil buat para istri? Dimana logikanya? Suami macam apa yang menuntut istrinya mampu ngelakuin semua itu seakan2 istrinya bukan manusia?? Dianggap apa istrinya? Robot? Babu? *reverse logic aaahh ;)*
Dan pada kenyataannya, sejak jaman baheula, para istri mampu melakukan semua itu loh. Dipaksa mampu. Diumpetin hak2nya yang sesungguhnya.
Kalau perempuan mampu, kenapa para suami tidak ya? Padahal katanya perempuan mahluk yang lemah. Hmmm....
Tapi it's okelaah, andai memang ngaku dengan jantan, gak gengsi, bahwa memang ga mampu melakukan apa yang sudah dibuktikan mampu dilakukan kaum perempuan selama ber-era2, ya gak papa kita maklumi. Tapi kompensasinya ya bayar lah jasa untuk melakukan kewajiban kalian.
Bukan hanya membayar montir, bukan hanya membayar tukang servis rumah, tapi utuhlah bayar semua yang merupakan kewajiban kalian. Bayar lah PRT, bayar lah jasa katering. Itu -demi Allah- adalah murni kewajiban kalian :)
Jika memang ga mampu juga untuk bayar jasa, dan ujung2nya istri yang bantu melakukan semuanya... maka garisbawahi, cetak miring, huruf tebal, kapslok nyala, stabilo on....itu merupakan BANTUAN ISTRI terhadap sesuatu yang sesungguhnya kewajiban suami. Sama sekali BUKAN "hal yang memang sewajarnya".
Jadi jangan pernah ada yang mengatakan pada istri kalian "Mbok bantu2 suamimu cari duit..." Guys, take it from me, istri kalian sudah membantu LEBIH DARI YANG SEHARUSNYA. Urusan domestik itu pun sudah merupakan bantuan luar biasa yang mereka lakukan. Satu2nya yang bisa kalian banggakan sebagai suami tinggal lah mencari nafkah, jika itu pun kalian masih minta bantuan istri... dang it, seharusnya kalian mulai mempertanyakan kelelakian kalian.
Kalau istri memang bekerja di luar rumah, biarkan alasan di baliknya adalah murni karena itu pilihan istri. Bukan karena suami malas usaha lebih gigih, melainkan karena passion sang istri. Kalaupun jika memang karena istri ikhlas mau membantu keuangan keluarga, maka ringankanlah bebannya dalam hal yang lain.
Kalau istri memang memasak di rumah, biarkan alasan di balik itu murni karena itu pilihan pribadinya. Gue pribadi angot2an n mood2an, suka2 eike kapan mo masak. Lebih sering enggaknya. Meski jujur aja belakangan udah mulai hobi, tapi yang pasti prioritasnya bukan untuk kewajiban sehari2. And no one should makes me feel guilty about it. Tuhan aja ngga nyalahin kok.
Urusan segala tetek bengek di rumah, jika memang ga bisa gaji PRT, maka bagi2lah tugas. Sudah bagi tugas itu pun kalian sudah DIBANTU oleh istri, bukan sebaliknya istri yang dibantu kalian. Jadi kalimat2 di luar sana yang suka bilang "ih hebat lho suami si A, baik banget mau turun tangan bantu istrinya cuci piring dan ngepel rumah...", itu sungguh logika yang terbolak. Justru yang hebat si A sebagai istri yang sudah membantu suaminya, karena semua tetek bengek nyapu-ngepel-cuci-setrika-beres2 sesungguhnya adalah apaaa...?? Yak tul! Kewajiban suami.
Ini semua nggak populer di kuping kita, karena kita selama ini terus didoktrin dengan hal yang sebaliknya. Ingat gue pernah bilang di salah satu postingan blog gue ini, bahwa menurut salah satu teori komunikasi, "kebenaran adalah kebohongan yang dikatakan juta'an kali", hingga akhirnya otak kita terbiasa dan mengiyakan kebohongan itu.
Cobak diganti jadi suami yg di posisi ini, ohohoo...pasti gempar semua dunia persilatan! Knp jika istri yg diperlakukan tdk manusiawi semua merasa wajar? |
Loh terus apa donk kewajiban para istri? Enak bener gak ngapa2in? Yo, mas2, vroh2, mangga lah dibuka kitab suci yang anda2 sekalian agung2kan, yang kalo kitab tsb umat lain hina, kalian marah bukan kepalang, tapi...kalian jalanin ga sih isinya? Eh sebelum tanya dijalanin, kalian kaji ga sih? Bukan cuma dibaca ya maksudnya, tapi dikaji.
Mangga atuh kalian cari tau di hadits2 shohih, apa sih kata junjungan kita tentang kewajiban masing2 suami & istri? Jangan berkiblatnya ke apa kata kultur yang sudah mengakar. Jangan cuma rame2 konvoi keliling kota saat maulid Nabi. Bukan itu cerminan kecintaan sama beliau. Peraya'an terbesar dan bukti cinta terdalam adalah dengan menjalankan sunah2nya. Kalau memang cinta Rosul, maka sebenernya sih pertanya'an kalian "istri trus ngapain dong?" tadi mestinya ngga terlontar. Because you should've known, if you truly are his followers.
Setelah tadi dikesampingkan sejenak, yok sekarang kita kedepankan, apa sih kodrat seorang istri kalau menurut ajaran Islam?
_____Kewajiban wanita sebagai Ibu
"Ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi anak2nya"
*madrasah: sekolah/pendidikan/guru
______Kewajiban wanita sebagai istri
Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)
*diperintah dalam hal2 yang haq. Jika itu sesungguhnya kewajiban suami, lantas suami melimpahkan kewajibannya ke istri dengan memanfaatkan Hadits ini, maka itu namanya manipulatif
Oh, pantas lah kalo sampe ada ayat yang menyatakan malaikat mengutuk istri yang menolak suaminya yang minta "berhubungan". Kalo sesuai dengan aturan Islam, ya bener banget, lha wong istri sehari2nya disuruh fokus untuk menyenangkan suami kok.
Jadi kalo ayat itu dipakai ke istri kalian yang sudah kalian peras sedemikian rupa sehari2nya (sudah bantu cari nafkah, juga dibebani urusan domestik, anak2, & diri kalian sendiri).... istri yang sudah kalian kondisikan lelah fisik dan fikiran, lalu ada saat2 dimana ia kewalahan n ga mampu untuk menerima ajakanmu untuk "berhubungan", sangat amat ngaco dan ga tepat mau ancam2 pakai ayat itu. Itu hanya berlaku untuk suami sholih, yang sudah menjalankan semua kewajibannya dengan paripurna, maka pantaslah ia menuntut haknya.
Logika sederhananya, kalo ada karyawan yang dari 10 jobdesc cuma ngerjain 1, tapi pas gajian nuntut 100%, karyawan macam gini enaknya direndang apa dipepes ya? Hehehe.
Lakukan kewajiban kalian 100%, maka pantaslah kalian tuntut hak 100% pulak. Mosok gitu aja gak ngerti?
Ih iya lho bok, nyatanya banyak banget yang ga konek sama logika sesimpel itu. Bertebaran di sekeliling gue, baik itu teman, tetangga, atau famili, yang udah ngelimpahin total urusan domestik ke istri, udah nyari nafkah dibantuin istri juga, tapi kalo soal hak2 mereka paling kuenceng teriaknya.
"Saya ini suami! Saya ini imam, pemimpin, RAJA di keluarga ini! Semua harus seijin saya, semua harus ikut aturan saya, SAYA BERHAK! Tertulis di ayat sekian2 dalam Al Qur'an!!"
Giliran hak diminta 100%, tapi giliran kewajiban entah disumputin kemana harga diri dan imannya. Boro2 tau ayatnya.
Di situ bedanya antara orang yang belajar agama untuk mencari PEMBENARAN atas hawa nafsunya, bukannya mencari KEBENARAN << i totally dig this Mbul's sharp quote
Ayat2 yang mereka (para pencari pembenaran) sebutkan mah benar adanya, hanya saja mereka penggal2, dipas2in dengan ego masing2.
Sok udah ketajiran banget sih lo Des, segala ga mau bantu kerja cari duit, pake nge-hire PRT lah... PRT disediakan Mbul dari awal punya anak, juga keputusan gue berhenti kerja, bukan karena kebanyakan duit, tapi karena dia sangat ingin mengkondisikan gue fokus merawat dan mendidik anak2. Karena dia takut banget dzolim, jangan sampe gue kewalahan dalam menjalankan kewajiban utama gue, hanya gara2 dirempongin sama urusan2 yang harusnya merupakan kewajiban dia.
Sok agamis banget sih lo Des, emang ibadah apa aja sih yang udah kalian lakuin sampe mengklaim keluarga lo sok2 berlandaskan agama? Mau bersandar sama aturan Tuhan dalam berumahtangga itu bukan sok agamis, tapi karena percaya sepenuhnya bahwa ketentuan Tuhan itu udah pasti yang terbaik, ga perlu pusing nyari2 sendiri lagi mesti gimana2 dalam hidup ini.
Istri yang mengambil haknya untuk tidak ikut mencari nafkah bukanlah beban/benalu bagi suami. Mereka yang menyebutnya begitu, artinya menantang ketentuan dalam agamanya sendiri.
Dan bagi suami yang selalu menyebut2, menghitung2, atau mengungkit2 pemberian nafkahnya terhadap istri, yang padahal memang kewajiban utamanya...(bahkan ada yang minta dibalikin! teman2 gue ga sedikit yang ngalamin ini, sedih banget dengernya) jujur gue ngeri membayangkan hisabnya suami2 macam ini di pengadilan akhir nanti.
Bagi wanita2 yang bekerja melebihi kewajibannya, ikut bantu mencari nafkah, ngerjain semua urusan domestik, insyaAllah luar biasa pahala yang Allah persiapkan untuk kalian.
Nah elu ga mau Des dikasih pahala yang segede itu emangnya?
Kalo gue, dengan respect tak terkira pada wanita2 tsb di atas, tapi pertanyaan tadi justru gue balikin ke para suami di luar sana. Nah kalian emang ga mau guys dikasih ganjaran pahala luar biasa sebagaimana yang kalian iming2i ke istri kalian gitu? Yang mana kalo kalian gak lakuin ganjarannya dosa luar biasa entah setara apa. Kalo gue yang milih gak lakuin mah ya rapopo, wong emang kewajiban gue di part yang lain kok.
Berdalih agar istri dapat pahala lebih, hanya untuk ngakalin menghindari kewajiban kalian sendiri. Itu ngakal2in namanya.
Gue udah legowo kok gak dapet predikat "Ibu super-istri wonder woman", yang biasanya disematkan ke kaum wanita yang segala hal serba dia yang ngerjain, bahkan yang bukan kewajibannya.
Mungkin bukan legowo istilah yang tepat. Kesannya awal ga ikhlas, trus dilega2in. Nggak lah. Dari awal juga gak tergiur dengan predikat itu.
Yang gue butuhkan, adalah dimanusiakan oleh suami sendiri. At least for once in a million time, dalam sejarah ada lah cerita seorang istri yang diperlakukan sesuai ajaran Islam yang seharusnya. Hehe, lebay mungkin, karena gue yakin di luar sana ada' laaaahh.... beberapa bijik, eh mayan banyak *aamiinn!!*.
Islam nggak dimenangkan dengan koar2. Action speaks louder than words. Jika kita selalu sesumbar dalam Islam wanita itu dimuliakan, mari kita tunjukkan bukti nyatanya. Biar dunia luar lihat betapa beruntungnya jadi seorang muslimah itu, yang harkat martabatnya diangkat setinggi2nya di dalam aturan2 agamanya. Buktikan. Yuk!
Setelah pas masa pendekatan dulu gue yakin masing2 cowok pasti memperlakukan pasangannya bak seorang Putri, maka ketika berhasil dinikahi....naikkanlah tahtanya menjadi Ratu, bukannya malah dihempas jadi Babu. Gak usah merasa gengsi dan rugi, ganjarannya syurga di dunia (karena bahagia dalam berumahtangga & berkeluarga itu gak bisa dilukiskan nikmatnya) dan insyaAllah syurga di akhirat. insyaAllah.
And for you Mommas, Mommys, Wifeys, yuk kita putus mata rantai itu. Caranya? Kita ikhtiar didik sebaik2nya anak2 lelaki kita dengan ajaran Islam yang benar. Tanamkan pelan2 sesuai umurnya, apa2 saja kewajiban seorang lelaki ketika berani2an melakukan ijab qobul. Paling tidak, kita sudah berkontribusi "menyelamatkan" 1 orang wanita yang kelak menjadi istrinya. Jangan ada lagi wanita2 muslimah yang tidak diperlakukan sesuai ajaran Islam.
Jangan ambil bagian dalam kesalahan massal yang seakan2 legal: dimana menjadikan spesies laki2 hanya tumbuh secara fisik, tapi mentalnya tetaplah bayi2 yang minta diurus seumur hidup. Na'udzubillah.
Dan sebenarnya kaum pria ga perlu paranoid duluan, karena dengan kalian mengungkap sejujur2nya apa saja hak2 istri pun, kami para istri gak jadi serta merta ongkang2 kaki. Gue pun gak begitu.
Why? Simple, hai kaum cowok.
Karena kaum perempuan itu diciptakan Tuhan senang dengan keindahan dan kerapihan. Jadi meski tanpa label WAJIB, kami otomatis memang senang beberes dan menyamankan rumah.
Karena Tuhan menciptakan kaum perempuan dengan sifat mengabdi dan senang melayani. Jadi biarkanlah apa yang kami sediakan, buatkan, dan persembahkan untuk kalian, adalah sesuatu yang kami lakukan dengan senang hati. Bukan atas dasar tipu2 kalian yang memelintir ayat suci seakan2 kami wajib dan dosa jika tidak melakukannya. Bukan atas dasar titah, sabda, perintah, dan pongah kalian seolah kami ini budak belian.
RATUkanlah istrimu, niscaya ia pasti meRAJAkanmu hai para suami :) Tanpa perlu repot kau ancam2 dengan dalil2, karena sifat dasar wanita adalah mengembalikan lebih dari apa yg diberi :)
Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai hak atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.
Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik! dan berlemah lembutlah terhadap mereka karena sesungguhnya mereka adalah teman dan penolong kamu yang setia. Dan hak kamu ke atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina. (poin ke-4 dalam khutbah/wasiat terakhir Rasulullah sebelum wafatnya)
Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya (HR At-Thirmidzi no.1162)
little notes:
- tulisan ini ditujukan khusus untuk para suami yang masih khilaf, bukan untuk para suami sholih. Semoga ridho & rahmat Allah selalu tercurah bagi suami2 sholih yang menegakkan aturan Islam dengan penuh kasih sayang dalam keluarganya
1 komentar:
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Posting Komentar