16 Jan 2011

PPN 10% resto fastfood udah ga ada lho...

Yop. Sejak tahun 2009. Kalian harus tau itu. Bisa dibaca di sini. Atau silahkan googling sendiri.

PPN 10% yang diselipkan di baris bawah kertas tagihan usai kita pesan makanan, sesungguhnya adalah sesuatu yang super ajaib. Ajaib karena......

Pertama, dulu saat peraturan itu memang masih ada, sbnrnya pajak itu ditujukan pada pengusaha resto, bukannya ke pelanggan. Tapi kenapa kewajiban pengusaha malah kita (pelanggan) yang memikulnya? Itulah yaa... konsumen di Indonesia tuh sasaran empuk buat dibodoh2in sama pengusaha, karena kita tuh pasif dan pasrah banget! Jujur aja termasuk gue sendiri.

Kedua, setelah peraturan itu dihapus, ajaibnya kita masih tetap menjalaninya hingga detik ini tanpa banyak komen, boro2 protes.


Awalnya gue kira ini karena pengusahanya yang pada licik. Gak nyetor ke instansi pajak, tapi duit lebih 10% dari pelanggan, mereka makan sendiri. Ga taunya setelah membaca sumber di atas, ternyata mereka pun kebanyakan belum tau tentang dihapusnya pajak itu!! Dan....... mereka masih terus menyetor hingga saat ini!!!

...Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengaku belum mengetahui pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) pada makanan dan minuman yang di antaranya disajikan di hotel, restoran, dan rumah makan...

..."Kami selama ini membayar pajak restoran 10 persen sesuai ketentuan Perda," kata Direktur Fastfood Indonesia JD Juwono ketika dikonfirmasi
VIVAnews.

Pengen banget kaget, tapi kok nggak bisa ya?

Emang tipikal pemerintahan kita banget. Serakah dan korup sampe mati.

Oke, kebanyakan, rata2, bukan semua, tapi nyaris semuanya begitu :6

Googling berita2 / forum2 yang ngebahas kasus ini, gue menahan muntah membaca beberapa reply dari para forumers. Ya, saat ada yang cukup kritis menulis thread ini di sebuah forum, ada yang menanggapi dengan kalimat........ "Santae aja lah Gan, mereka pasti dapat balesan yang setimpal kok di akhirat." :muntahdarah:

Gue sih ga berharap lantas kita semua mesen spanduk dan besok pagi teriak2 di bunderan HI ya, tapi ya mbok juga jangan sebegitu cuek bodohnya. Dan ga usah nyuruh orang lain santai (atau lebih tepatnya malas?) hanya karena dirinya sendiri terlalu santai (baca:malas) untuk berbuat sesuatu.

Semua orang, ya udah pasti dapet balesan setimpal di akhirat nanti. Itu ga perlu dibahas. Yang perlu adalah, apa yang bisa kita perbuat di dunia? Apa lantas kita mo bermodalkan kalimat itu dalam ngadepin tiap masalah?

Orang2 santai slash males ini, mau enaknya aja. Ngebiarin orang laen yang berbuat atau berjuang, smntra mereka ngeluarin kalimat2 yang terkesan bijak untuk mencari pembenaran kemalasan & ke-ngga-mau-tau-annya. Tapi giliran keadaan membaik karena perjuangan sebagian orang lain, toh mereka tetep mau ikut nikmatin hasilnya juga. Puh.

Yang lebih parah lagi, adalah warga negara yang menjawab ... "Yah, sudahlah, cuma 10% ini. Pelit amat sih?"

Ooo... situ ga mo pelit sama pemerintah yang korup dan culas ya Gan, tapi ga kepikir kalo jumlah segitu dikali'in berapa juta pelanggan, dikali berapa trilyun transaksi per-hari, totalnya berapa tuh yang masuk kantong pribadi mereka? Lo gak liat ada 1001 masalah di negeri ini yang butuh biaya? Jadi kalo ributin ginian tuh pelit, dan kalo relain aja termasuk dermawan gitu ya? Baguuusss..... sayang dermawannya ke sasaran yang salah tuh Gan ;6

Sebagai orang yang (sudah) tahu,  perbuatan terkecil yang bisa gue lakukan sebagai bentuk tanggungjawab gue adalah: memberitahu yang belum tahu.

Perbuatan terkecil kedua, gue udah minta ke beberapa produser di redaksi untuk angkat masalah ini. Mudah2an kalo diangkat ke permukaan banyak yang bakal lebih ngeh, terutama karena instansi Pajak memang lagi sangat disorot saat ini. (untuk mas Sugeng, maaf saya tidak menjeneralisasi, karena mas Sugeng adalah contoh orang pajak yang insya Allah amanah).

Coba lakukan hal2 kecil yang kamu bisa. Entah melalui twitter dengan hashtag #PPN10%fastfood misalnya, atau di status FB, atau dari blog, apapun.

(yeah, masa' giliran estafet bikin status warna celana dalem dulu itu pada heboh banget n gempar FB seIndonesia, giliran yang berguna malah pada emoh?)

Andai pemerintah berhasil nge-les bahwa peraturan ini udah diganti sama Perda, kita tetap bisa protes bahwa bukan kita sebagai pelanggan yang menanggung ini, melainkan pengusaha resto. Ya, protes yang telat sekian abad, tapi minimal akhirnya kita lakukan, karena yang mereka lakukan adalah pungli & pencopetan yang kita anggap legal.

Jangan lihat seberapa kecilnya nominal itu di tagihan lo, tapi hitung2lah perkiraan akumulasinya, totalnya seluruh Indonesia dalam 1 hari saja, dan kemana uang itu mengalir. --> ke pengusaha nakal, atau ke pemerintahan korup, dua2nya kita tetap gak rela kan? ;P

Atau kalian termasuk yang nggak mau pusing?

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

11 komentar:

ita mengatakan...

udin di share di fb mbak'e.. :D

keke mengatakan...

Bagi link googling-annya dong,lumayan 'side job' juga nih buat para pengguna twitter untuk promosiin berita.

Dee mengatakan...

share share share share aaahhh...
gw ambil link-nya en jg link lo yak!!! hehe..

WONDEFULL UMROH - SUGENG mengatakan...

Ternyata informasi ini jadi bias, termasuk di Detik finance juga sempet muncul dan kemudian dicabut, seperti bola liar baik lewat email milis dsb. Biar tidak bias saya boleh kan menjelaskan berdasarkan profesi saya?

Pajak itu ada yang dikelola oleh pusat (pajak pusat misalnya PPN, PPn BM, Bea Materai, PPh dan PBB walaupun nantinya PBB akan menjadi pajak daerah) dan dikelola oleh daerah (pajak daerah, misalnya pajak reklame, pajak hiburan, pajak rumah makan dan perhotelan dll)

Untuk pajak restoran/rumah makan, perhotelan kita kadang sering tidak bisa membedakan antara PPN (Pajak Pertambahan Nilai – merupakan pajak pusat) dengan Pajak Rumah Makan/Restoran atau hotel (merupakan pajak daerah, dulu bernama PBI-Pajak Pembangunan I) karena di bill biasanya hanya menyebutkan tax & service dengan tarif tax nya sebesar 10% sama dengan tarif PPN.

Prinsip dasar yang diambil dalam pemajakan pusat daerah adalah tidak boleh doble dikenakan. Untuk Pajak Restoran maupun perhotelan sejak dulu sampai perubahan terakhir UU PPN memang tidak dikenakan PPN, tetapi dikenakan PAJAK DAERAH berupa Pajak Restoran yang berdasarkan PERDA dengan tarif 10%.

Mudah-mudahan penjelasan saya akan menambah terang kasus ini dan tidak ikut-ikutan latah.

WONDEFULL UMROH - SUGENG mengatakan...

Kalau mau ngawasi pajak restoran ini, jangan ke kantor pajak (Kantor Pelayanan Pajak, karena kantor ini menangani administrasi Pajak Pusat )tapi ke Dinas Pendapatan Daerah, apakah pajaknya sudah bener atau belum.

Jangan sampai seperti salah seorang Anggota DPRD DKI yang cantik yang diwawancarai oleh JakTV (pas isu pajak restoran mau dikenakan juga pada warteg) gelagapan karena bingung pajak restoran ini dibayar ke mana. Saya yakin krn beliaunya yang cantik itu tidak faham dengan Pajak Pusat dan Pajak Daerah termasuk siapa pengelola pajak daerah.

de asmara mengatakan...

memang mas Sugeng, sesuai yg saya baca dari bbrp sumber, memang itu sudah dihilangkan, & kalo masih ada itu kemungkinan Daerah yg narik, bukan pusat, dan namanya jadi pajak pembangunan.
Jadi kesimpulannya percuma PPN dihilangkan, karena pemerintah daerah ttp cari cara utk ttp bisa narik 10% itu >.<

itu makanya, andai pun memang seperti itu, kita ga bisa komen apa2 soal pajaknya. Pajaknya ttp ada, meski berubah nama, n ganti 'orang' aja yg narik ;P

tapi minimal kita masih bisa protes bahwa mestinya bukan kita (sbg pelanggan) yg menanggung pajak itu :(

WONDEFULL UMROH - SUGENG mengatakan...

Mba desi, dari dulu pemerintah pusat tidak pernah mengenakan PPN atas trasaksi ini.

Menurut saya adalah kesalah fahaman ada pada orang yang pertama kali membuat tulisan ttg ini (yaitu saat setelah perubahan UU PPN disahkan yang berlaku 1 april 2010, ada pasal khusus yang menegaskan tidak dikenakannya PPN atas transaksi ini) sementara dia berfikir bahwa seolah pajak restoran yang selama ini dikenakan sebesar 10% adalah PPN (Pajak Pusat) padahal yang sesungguhnya adalah Pajak Daerah.

Dengan logika itulah kemudian dia membuat tulisan bahwa ke depan sudah tidak ada lagi PPN atas makanan di restoran.

Saya juga pernah dapat email maupun dapat dari milis. Waktu itu di detik finance juga ditampilkan dan setelah banyak pembaca yang "meluruskan" akhirnya tulisan itu dicabut.

Kalau masalah tidak dikenakan atau dikenakan saya pribadi sih tidak bisa komentar. Tapi memang ada produk-produk yang tidak dikenakan PPN. Kalau lihat struk pembayaran disupermarket ada yang ditulis : harga sudah termasuk PPN kecuali untuk barang tidak kena pajak

Tapi saya salut kok tulisan ini menunjukkan kepedulian kita atas hal-hal yang terjadi di sekitar kita

Anonim mengatakan...

Hai. Thx infonya. Kami di daerah bener2 ga tau ttg ini (NTT) dan kami sdh menulis surat pada pemerintah mengenai hal ini lewat koran dan surat resmi. Thankyou verymuch again . =)

Anonim mengatakan...

Semua orang, ya udah pasti dapet balesan setimpal di akhirat nanti. Itu ga perlu dibahas. Yang perlu adalah, apa yang bisa kita perbuat di dunia? Apa lantas kita mo bermodalkan kalimat itu dalam ngadepin tiap masalah?

> benar sekali bung!!

Anonim mengatakan...

wah nice info banget nih des,segera difollow up,minimal harus ada yg memperjuangkan dan mendistribusikan info ini :)

mauna mengatakan...

makasih mbak infonya, aq baru tau. emg pengusaha yg begitu sungguh pengusaha yg tidak bertanggung jawab. tapi kita bisa apa? palingan mending milih beli makanan di tempat yang g bebanin ppn kpd pembeli

Posting Komentar