3 Agu 2013

Cinta orangtua itu pamrih


 Gue sering banget bergumam gini saat lagi ngurus si Kochi...
"Allahkuu... Allahku... paling bisa deh." sambil geleng2 kepala  dan remek2 badan Dede dan abis ngenyot2in seluruh badannya dengan gemessshh ga berkesudahan.

Ngurus anak tuh ribet, repot, dan jujur secara logika melelahkan, tapi Kau sempurnakan kami para ortu ini dengan sepaket perangkat. Yaitu rasa jatuh cinta luar biasa tak berujung, rasa sayang yang tak terukur, juga rasa bahagia tak terlisankan, hanya dengan memandang mereka. Subhanallaah...

Rasa deg2an setiap memandang, menyentuh, mencium, dan memeluk mereka itu, sumpah gak bisa disetarakan dengan deg2an bahagia manapun. Lalu dengan itu semua, lelah luruh. Semua stress, menguap entah kemana. Obat apa yang lebih canggih, coba? Hebat bener Allah ini. 

Tanpa dilengkapi dengan paket "rasa" itu, makhluk mana yang mau direpotkan merawat anaknya? Maha hebat ya Allah ya? Bener2 ga habis pikir sama kehebatanMu.

Lantas gue otomatis membandingkan dengan merawat orangtua. Ya, otomatis aja, karena semenjak punya anak baru bisa berpendapat secara fair, karena bisa ngerasain dari 2 sisi sekaligus.

Dulu (sebelum punya anak) gue selalu menganggap ortu itu makhluk Tuhan paling hebat, paling superior, paling tulus cintanya, paling segala paling deh! Dan harusnya siihh... begitu punya anak justru makin menguatkan pendapat itu ya? Eh, ternyata nggak juga lho!


Pemikiran gue mendadak jungkir balik. Semua diproses ulang.

Rasa cinta sama anak ini tidak pernah diajarkan. Bahkan andai gue seorang Tarzanita yang dibesarkan oleh simpanse sekalipun, gue tetap akan merawat anak gue dengan paket "rasa cinta" itu tadi. Bahkan para hewan sekalipun, secara naluriah, secara alami, mereka merawat anak2nya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Itu bener2 FORCE OF NATURE, gak bisa ditolak oleh seekor induk ataupun seorang ibu. 

Jadi, sebenarnya..... ini bukan murni hasil usaha gue sendiri. Emang udah ada dalam paket yang Tuhan siapkan, bernama "PERANGKAT MENJADI ORANGTUA". Jadi semua rasa itu bener2 MURNI dari Tuhan. Tak tertolak. Enngg.... bisa sih tertolak, tapi membutuhkan hati "spesial" yang keji banget sampe mampu menolak rasa cinta yang paling mendasar yang Tuhan ciptakan di muka bumi ini : Cinta seorang ibu pada anaknya.

Sementara anak terhadap ortu? Oke mungkin mereka akan mencintai kita juga secara natural, karena mereka berasal dari rahim kita, darah daging kita. Tapi tetap itu HARUS DIAJARKAN.

Paling enggak, kita akan mengajarkan bahwa sekadar rasa cinta saja tidak cukup, tapi harus dibuktikan dan diwujudkan dalam tindakan. Karena betapa banyaknya orang yang mengaku cinta, tapi perbuatannya menyatakan sebaliknya kan? Kita akan mengajarkan mereka pelan2 tentang bagaimana pengejawantahan rasa cinta itu. Dalam tindakan, rasa cinta akan berwujud: pelukan, ciuman, belaian, ..... kepatuhan, sikap hormat dan menghargai, rela berkorban, kesetiaan, meluangkan waktu, mengurus/merawat, dll, dsb.

Anak mana yang akan mengerti itu semua tanpa diajarkan? Yakin nggak ada. Emang pernah liat kucing dewasa ngurusin emak kucing yang udah bangkotan?

Maka jika ada seorang anak manusia yang akhirnya tumbuh menjadi anak yang penuh cinta kasih, ya selain karena lingkungannya membantu mengajarkan, juga hasil upaya si anak yang MAU terus belajar. Dia harus terus berupaya melawan egonya untuk nggak bertindak "yang ngenakin gue aja lah...".

Dari sini aja, gue salut untuk para anak. Rasa dan tindakan penuh cinta mereka untuk kita, sebagian besar adalah hasil perjuangan, bukan semata paket yang sudah ditanamkan oleh Tuhan.

Terus, saat gue sedang mandi'in, nyuapin, atau bahkan bersihin pup anak2 gue.... gue sering berkomentar gini ke Nyokap kalau pas beliau lagi nginep 

"Mi,  sungguh "ringan" apa yang sedang Eci kerjain ini. Badan yang mungil, sekejap mata mandiinnya. Porsi makan yang masih sedikit, ngga seberapa waktu nyuapinnya. Pup yang masih secuil dan aromanya wangi pulak (hehe, buat gue sebagai emaknya sih wangi) yaahh gampil banget ngebersihinnya. Mana sambil mandangin wajahnya yang lucu, suara2 yang imut, tingkah polah yang ngegemesin, boro2 inget lagi capek, yang ada malah berasa dihibur terus... Demi Allah, berarti luar biasa sekali seorang anak yang rela merawat orangtuanya ya, Mi?"

Ringan pake tanda kutip yaa. Karena meski aslinya mengurus anak itu jauh dari ringan, tapi ternyata ada pembandingnya yang.....

Nyokap gue yang cerdas menyahut,

"Setuju banget, Ci. Bandingkan dengan mengurus orangtua. Badannya besar, porsi makan lebih banyak, (maaf) kotorannya pun pasti lebih banyak dan lebih masya Allah. Sebertingkah2nya bayi atau balita, tertutup dengan kelucuannya, sementara kalau orang yang sudah tua bertingkah polah? Iman masing2 yang bicara."

Ya, butuh nyokap yang cerdas untuk mampu menyahut seperti itu. Kebanyakan ortu mungkin akan marah menanggapi kalimat gue yang cenderung terdengar seperti memuji anak di atas orangtua.

Ga usah membandingkan rasa cinta. Anggaplah cinta ke anak dan cinta ke ortu sama besarnya. Coba bandingkan dari sisi logika saja. Lebih berat mana merawat bayi mungil yang lucu, dibanding merawat orang yang sudah tua? Logika juga yang bicara saat faktanya gaji babysitter yang katanya mahal itu, ternyata jauh lebih kecil dibanding gaji perawat lansia.

So, rasanya nggak salah kalo gue bener2 angkat topi untuk para anak yang dengan penuh cinta dan penuh iman, rela mengesampingkan urusan dan egonya, dan memilih merawat orangtuanya. Semoga ridho Allah bersama mereka dunia dan akhirat. (saat gue berdoa begini, pikiran gue otomatis langsung melayang ke beberapa orang tante gue yang merawat orangtua masing2, juga ke suami adik gue yang merawat ibunya yang stroke selama 5 tahun hingga ibunya wafat).

Dan kata siapa cinta orangtua itu tulus? No! Cinta orangtua itu pamrih. 

Tulus itu bener2 total nggak mengharapkan balasan. "Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai Sang Surya menyinari dunia." itu memang hanya berlaku untuk Matahari aja.

Sering dengar kalimat ...
"Kamu jangan ngelakuin 'ini' dong, nanti Ibu malu!" 

atau 

"Kamu jangan suka begitu dong, nanti orang kira Bapak gak pernah ngajarin kamu!" 

atau  

"Ayo yang rajin belajarnya, nanti pasti Ibu bangga." 

atau  

"Habis uang Bapak biayain kamu, tapi kamu nggak tau terimakasih."

Rasa malu, takut disangka buruk sama orang akibat anaknya, atau rasa bangga karena hal baik anaknya, itu adalah ego pribadi sebagai orangtua. Orangtua BUTUH untuk tidak dipermalukan, orangtua BUTUH untuk dibikin bangga, orangtua BUTUH anaknya berterimakasih atas segala jerih payah mereka, minimal dengan tidak menyusahkan.

Pasti ada yang berkelit dan bilang, "Nggak kok, saya ngelakuin itu semua semata2 agar anak saya jadi orang yang baik, bukan demi saya. Secuil pun bukan demi saya." 

Ya berarti kalo lantas anaknya ternyata gagal jadi anak yang baik jangan KECEWA yaaa... karena kecewa berarti BERHARAP sebelumnya tapi gagal dicapai. Dan kalo berharap sesuatu, ya itu namanya PAMRIH :)

Dan entah kenapa "Pamrih" ini reputasinya jeleeekk sekali. Kasian dia. Padahal pamrih pun nggak apa2 lho! Itu wajar asal proporsional. Sedangkan kata IKHLAS aja makna sejatinya adalah "Mengharapkan Ridho Allah semata". Nah loh! Itu pamrih kan? Malah Allah marah kalo kita berbuat sesuatu tapi bukan/tidak mengharap ridho-Nya, bisa2 dianggap gak butuh sama ridho Allah. Widiiiy....

Sekali lagi pola pikir gue dijungkir balikkan oleh pengalaman hidup gue sendiri. Ya, cinta orangtua yang luar biasa ini pun berpamrih. Penuh harap. Setidaknya itu kalimat2 jujur yang sering gue bisikkan ke anak2 gue tercinta....

"Nak, nanti kalau Momi sudah tua, Dede/Kaka yang rawat Momi ya? Jangan taro Momi di Panti Jompo ya? Kita nge-genk dan bersahabat terus selamanya ya?" 

Mata gue berkaca2 setiap ucapin itu ke mereka, meski lantas tertutup oleh krucil2 yang ribut berjanji mengiyakan (terutama Kaka yang udah ngerti) sambil kami bertiga heboh tos2an sambil jingkrak2an. 

Ya, orangtua normal mana yang lebih memilih tangan orang lain ketimbang tangan anak2nya sendiri yang mengurusnya?
 

Dunia ini terus berputar. Hari ini kita yang merawat anak, insya Allah kelak anak yang merawat kita. Hari ini uang kita habis untuk membiayai kebutuhan anak, kelak insya Allah uang hasil keringat mereka rela mereka amalkan untuk membantu memenuhi kebutuhan kita. Nggak ada yang perlu disombongkan sebagai orangtua. Hanya soal waktu hingga semuanya berbalik. 





Anak adalah investasi paling berharga untuk orangtua, di dunia dan di akhirat. Sombong jika kita sesumbar berkata tidak butuh apapun dari mereka. Bahkan kelak saat kita tiada, doa anak soleh lah yang insya Allah jadi penyambung amalan kita.

Bagi para ortu yg masih berpola pikir cintanya tanpa pamrih kepada anak, monggo silakan daftarkan nama anda mulai hari ini di Panti Jompo terdekat. Hehehe...


.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

2 komentar:

Anonim mengatakan...

terima kasih sharingnya ya, saya juga merasa butuh effort yg besar untuk bisa mendidik anak2 saya agar nantinya bs menjadi anak sholeh dan bisa mendoakan kami, orang tuanya.

de asmara mengatakan...

bismillah, mdh2an kita semua dimampukan Allah utk mendidik anak2 masing2 jd manusia2 yg soleh ya mba. Salam kenal :)

Posting Komentar