will u marry this ring.... i meant, me? (pic from here)
Kenapa ya, kok kebanyakan orang barat tuh tergila2 banget sama proses 'melamar' dan 'hari pernikahan'. Mereka cuma fokus di 2 momen itu dalam memandang komitmen pernikahan.
Biasanya cowok2 luar suka ngomong gini:
"Dia orang yang tepat, karena aku bisa membayangkan diriku berlutut, menyodorkan cincin berlian, dan melamarnya."
Heleh, mas. Coba ganti dengan kata2
"Aku bisa membayangkan bersama dia dan liat muka dia melulu tiap hari sampe 50 tahun. Aku bisa membayangkan bareng dia pas lagi bau, keringetan, pas dia lagi nyebelin, dan keluar egoisnya. Aku bisa membayangkan saat lagi berlimpah duit dan dikelilingin cewek2 cantik, sementara dia udah mulai keriput......"
Kalo lo berani membayangkan itu dan yakin bakal bisa tetep stik sama orang itu, baru lo bisa bilang 'dia orang yang tepat'.
Sementara yang cewek2 hobinya ngomong gini:
"Sejak aku umur 5 tahun, aku udah membayangkan pernikahan di sebuah taman hijau, dengan bunga lili dan mawar putih di setiap sudut dan meja, lalu baju pengantinku berwarna putih gading dengan ekor yang panjang menjuntai... blaa... blaa.. blaaaa......"
Coba lihat apa yg penting buat mereka? Detil di pesta pernikahannya itu sendiri. Pengantin cowoknya aja bahkan ga pernah kesebut. Semuanya serba fairy tale. Boro2 lagi mereka mo mikir soal hari2 setelah pesta pernikahan itu.
Padahal yang paling penting bukanlah 'the wedding', melainkan 'the marriage'.
Padahal yang paling penting bukanlah 'the wedding', melainkan 'the marriage'.
Bukan 1 menit proses dilamar sama si cowok, bukan 1/2 hari pesta pernikahan, melainkan jutaan hari setelahnya.
Makanya ga perlu stress kalo pesta nikah lo kurang sukses, lo tetap bakal survive kok. Hidup menikah bukan soal makanan kurang enak, tamu gak gitu banyak yang dateng, make-up pengantin kurang bagus,..... itu hal2 cetek yang bisa lo leave it behind just right away, the second the party's over.
What u've gotta deal with is..... the ups and downs in million days ahead.
Dan kata 'forever' serta 'ever after' yang jadi kata2 favorit mereka itu, sebaiknya bukan cuma indah untuk diucapin. Tapi..... lebih dari segalanya, adalah dijalanin.
Tau acara Bachelor kan? Dimana 1 cowok milih yang terbaik dari 25 orang cewek, dengan sistem gugur dalam waktu berminggu2 hingga hanya tersisa 1 cewek yang dia anggap 'terbaik' untuk lalu dilamar jadi istrinya?
Sbnrnya sih mirip proses semua orang dalam milih calon suami/istri di kehidupan nyata. Bedanya...
- Di acara ini proses dipercepat, bukannya waktu belasan (atau bahkan puluhan) tahun, tapi hanya beberapa minggu saja! Woow, bayangkan lo harus menemukan 1 orang yg bisa meraih kepercayaan yg begitu besar & dalam utk jadi pasangan seumur hidup, hanya dalam hitungan minggu!
- Tidak ada istilah balikan. Sekali gak kasih mawar ke cewek tertentu, ya cewek itu bakal pulang dan menghilang sama sekali dari kategori pilihan. Kalo di real life, kita bisa mengevaluasi ulang jika merasa tindakan kita dulu salah udah melepas seseorang, lalu menarik dia kembali ke dalam pilihan.
- Gak boleh ada kesalahan sedikit pun! Pertama karena ada kamera yg selalu mengikuti, kedua karena setiap tindak-tanduk lo dinilai sama si Bachelor. Semuanya serba super jaim, karena kalo diperkirakan ada sedikit aja 'cacat' dalam kepribadiannya, maka udah dipastikan dia bakal tersingkir. Padahal, saat milih orang yg bakal jadi pendamping kita seumur hidup, kita butuh mengenal aslinya dia sebanyak2nya lebih dulu. Bukannya cuma liat sisi2 bagusnya aja (yg itu pun kemungkinan cuma karena produk jaim).
- Tiap hari serasa honeymoon, GRETONGAN PULAK! Acara 'Bachelor' dipadati dengan kencan di resto mewah ini, ke pulau tropik itu, hingga ke luar negeri segala dengan segala nuansa romantisnya! Mereka pikir seperti itulah kelak setiap hari dalam pernikahan mereka. Padahal, hidup pernikahan yg sebenernya jauh dari menye2 seperti itu. Pernikahan dalam realita butuh struggle!
2 malam lalu, Jake Pavelka, Bachelor dari season 14 diwawancara bareng cewek pilihannya (Vienna) untuk konfirmasi tentang rumor bahwa pertunangan mereka sudah bubar (hanya bbrp bulan setelah acara itu selesai)! Well, pasangan2 hasil dari acara ini memang nyaris ga ada yang bertahan lama memang.
Isi wawancara itu dipenuhi dengan adu argumen dan bantah2an di antara mereka berdua........ dengan Vienna yang terus membuang muka (hehe, dulu maunya mandangin Jake terus, neng?), dan Jake yang memasang tampang meremehkan di setiap kata2 Vienna (kemana sikap gentle pangeran terhadap tuan puteri tempo hari pas acara masih berlangsung??).
Standarlah. Dari sepanjang itu mereka berbusa2 ngoceh soal kesalahan mantan pasangan masing2 dan pembelaan terhadap diri sendiri, intinya gue bisa ambil kesimpulan......
..... maaf, tapi kalian adalah 2 anak kecil yang belum akhil balig, terperangkap dalam tubuh yang terus menua, tapi jiwa dan pikiran kalian tidak ikut berkembang.
Tipe manusia2 seperti ini banyak bergentayangan di sekitar kita.
Anak umur 7 tahun, bolehlah berpikir bahwa pernikahan yang bahagia itu isinya melulu cinta2an, tatap2an mesra sepanjang hari, candle light dinner tiap malem, jalan2 ke Eropa tiap bulan, ....
Tapi seiring umur bertambah, masukkan lah sesendok demi sesendok realita dan logika dalam dongeng yang kelewat 'sempurna' itu. Sehingga saat waktunya tiba, kita nggak terkaget2 dengan kenyataan yang ditemplokin ke muka kita.
Pernikahan itu indah, karena KITA yang MEMBUATNYA indah. Kita, berdua, bareng2, bukan cuma ngarepin dari pasangan doang. Dan ya, kita, bukannya ngarepin keindahan itu semacem kado yang dilemparin dari langit, bisa abrakadabra tanpa usaha.
Pernikahan itu indah, karena perspektif yang kita geser sedikit dari perspektif anak umur 7 tahun. Bahwa bukan hanya tawa, tapi tangis juga bisa dinikmati. Bahwa bukan hanya saat sedang romantis, tapi saat2 bertengkar pun juga sungguh sama nikmatnya. Bahwa bukan hanya saat punya duit buat jalan2 dan beli ini itu, tapi saat lagi kere dan cuma bisa makan 1 telor rebus dibagi 2 pun (kita telornya, dia kulitnya) ternyata malah bisa jadi seindah lagu2nya Meggy Z . (eh?)
Pernikahan itu indah, saat kita memandang konflik sebagai sarana untuk makin saling mengenal, dan lalu saling memperbaiki diri. Bukannya memandang konflik sebagai sarana penghancur hubungan. (wah, gue berterimakasih sekali dengan mata kuliah 'Manajemen Konflik' pas kuliah di Fikom dulu.)
Pernikahan itu indah, saat lo membuang jauh2 kata 'berpisah' dari opsi jalan keluar masalah apa pun. MENYERAH adalah hal termudah dan termalas yang bisa dilakukan. Nggak ada hebat2nya. (kecuali permasalahannya udah mengancam keselamatan jiwa, atau pertentangan iman).
Pernikahan itu indah, saat ada 3 kunci utama ini: KOMUNIKASI 2 ARAH, SALING MENGHARGAI, & KEPERCAYAAN.
Maka kalo ada yg tanya "Does a happy marriage really exist?"
Buat gue jawabannya adalah
"It does. Only if you chose it to be :)"
"It does. Only if you chose it to be :)"
Will you...?
.
10 komentar:
I will.. but no comment.. hihii..
(abis lo uda jelasin blak2an.. uda lengkap tuh)
ahhhhhh, bajussssss.. :)
SUPER SETUJUUUU!! :D
jd inget, jaman masi pacaran pas brantem, pacar (skr suami) blgnya :
"jgn bosen lo brantem sama gw, karna ntar2 kita bakalan sering bgt brantem, tapi gpp, karna gw mau brantem trus sama lo, brantem ttg anak, brantem ttg rumah, jgn bosen pkonya ya.." *mewek di tempat* :D
bentoel biroe sekaliiii!!! gue juga dari dulu prinsipnya gitu tuh. gak mengharamkan yg namanya berantem/konflik, yg penting cari solusi setelahnya
Kata temen gw juga -->
kenapa PERNIKAHAN bisa bertahan?
Dan jawabannya adalah --->
10% karena cinta
90% karena bisa menerima pasangannya
eh tapi, sebenernya temen gw yg ngomong gini juga setelah dia divorce ;D
Papaku dan aku jg berpendapat sama: yg penting itu marriage-nya. Bukan weddingday-nya.
.
keke:
minimal dia bisa ambil pelajaran dari divorce-nya. we all make mistakes, the best thing out of it is to learn not to make the same one in the future... :)
ndutyke:
wah tumbenan tyk ada ortu yg bisa mikir gitu, biasanya nikahan kan identik dg 'hajatannya orangtua'... 10 langkah lebih maju tuh cara berpikir papanya tyka dibanding kebanyakan ortu2 laen yg masih pada konservatif
.
it does too to meee....
tanteeee...
aku kangen skali komen disini hehehe
pembaca blog tapi ga pernah komen :D
ah... sudah tau kan pendapatku tentang hal ini :)
yang penting hari sesudahnya... sampai mati, kalau Allah mengijinkan...
tenaaang, aku pun melakukan yg sama, hehe, baca blog-mu terus tapi jarang komen ;P
u know wat, Nat, aku tulis ini terinspirasi dari postinganmu tempo hari, yg temenmu nanya via YM soal "Kaya' apa sih happy marriage itu? Emang ada?" masih inget kan tulisanmu yg itu...?
ah setuju banget,pernikahan bukan tentang pesta yang harus begini begitu,tapi bagaimana kehidupan setelah pesta itu.
buat apa pesta ratusan juta,abis itu besok mikir makan gimana,sekolah anak gimana,dll,dsb.
mending sederhana,tapi penuh persiapan hari esok ,ya gak?? :P
insya Allah aku sudah siap married,dengan menerima segala kekurangan dan kelebihan pasanganku,semoga diridhoi Allah :)
kayanya anak muda sekarang makin banyak yang berpikir logis gitu deh Dot. Kalopun akhirnya dana rada 'abis2an', kebanyakan sih krn demi maunya orangtua. Moga2 pas jaman kita nikahin anak2 kita nanti bisa bnr2 total menerapkan walimah yang sederhana aja.
Salam buat Sari ya Dot. Semoga semuanya lancar tanggal 8 April nanti, dan amin... semoga diridhoi Allah :)
Posting Komentar