19 Agu 2010

Kamu kira kamu hebat?



Hari ke-9 bulan puasa. Secara pribadi baru puasa hari kedua (karena saya penganut aliran 'Al-Datang Bulanul' ). Dan sampai detik ini belum satu kali pun sahur bareng suami *menyeka air mata*. 7 hari datang bulan, 2 hari puasa ini pas masuk malem, jadi  sahur di kafe kantor.

Hm, produktif sekali saya ya kalo pas masuk shift 3? Produktif nge-blog maksudnya *melirik pintu dengan cemas, amit-amiiit.... jangan sampe ada orang redaksi yang tau2 nongol minta grafis, hihihi*.

Habis sahur, liat ada update-an di blogroll. Bang Fito (ya! Alfito Deannova! News anchor dari tv sebelah tuuhh... ga mo sebut merk ah, apalagi merk saingan, hehe) menulis sekelumit tentang Kahlil Gibran. Dan saya meninggalkan sebuah reply yang sayangnya ga bisa saya copas secara persis di sini karena Bang Fito menggunakan tipe moderasi untuk komen2 di blognya.

Saya nggak ingin membahas Kahlil Gibran-nya. Sebentar, saya minum dulu, bentar lagi subuh...

Yak udah.

Pada dasarnya, saya sulit sekali merasa kagum (HANYA) pada sosok makhluk. Entah fisik, entah kecerdasan, entah bakat seninya, apapun itu.


Temen kantor saya, Dani, selesai melukis sketsa wajah saya yang abstrak ini, memandang lukisannya sendiri, lalu berujar "Kadang gue sendiri suka bingung lho. Ini barusan gue yah yang ngelukis ini?"

Setelah sebuah karya selesai (jangan mempersempit kata 'karya' semata2 cuma milik dunia seni ya. Karya bisa dalam bidang apa saja), jangankan orang laen, terkadang si empunya karyanya saja suka linglung kaya' si Dani itu! Jelas2 barusan dia yg ngurek2, kok tau2 amnesia dan bertanya2 siapa yg gambar wajah ayu itu. Ehm...

Gue sendiri dulu juga sering mengalami prosedur 'amnesia' itu selesai gambaran gue kelar. Ih keren banget ini, aku kah yang tlah menggambar ini?? *memandang kagum pada gambar buletan dengan dua titik di dalamnya, segaris badan, dan tangan-kaki seperti ceker ayam*.

















Di situlah kita mestinya bertanya dengan bijak --> "Loh kok gitu sich boook???"

Dan maka gue pun akan mencoba menjawab dengan bijak juga. (mbok jangan menjanjikan sesuatu yang mustahil toh Dees...) hehe, oke, gue akan menjawab dengan nggak bijak deh.

Kalo si pembuat karya masih sempat bertanya seperti apa yang Dani lakukan, maka bersyukurlah, karena itu artinya adalah cerminan dari ketauhidan dirinya terhadap Tuhan, meski mungkin belum utuh.

Sedangkan kalo si pembuat karya tidak terlintas sedikitpun akan kelinglungan yang absurd itu, bahkan merasa bahwa ini sebuah kewajaran, bahwa dia memang mampu, bahwa karya yang hebat itu benar berasal dari dirinya, maka berhati2lah saat menyeberang jalan.... eh, berhati2lah karena itu pertanda dia telah 'menolak' unsur yang paling esensial dari karyanya. Unsur Tuhan.

Kenapa 'bakat' dalam bahasa Inggris disebut sebagai ' g i f t ' ?

Karena itu memang pemberian, hadiah, dari Tuhan kepada kita. Tanpa syarat. Masing2 kita dibekali bakat dalam bentuk yang berbeda2.

Suara indah itu, lukisan yang mencengangkan itu, arsitektur bangunan yang artistik itu, tulisan yang menggugah itu, kehebatan berorasi itu, lagu yang cadas itu, kejeniusan dalam bidang sains itu, rumus2 fisika itu, penemuan2 di bidang iptek itu, tendangan maut di lapangan hijau itu, ......... semua........ ya, semua.............................

Itu total milikNya. Total.

Tidak perlu mengagumi dirimu. Itu bukan karyamu. Itu karyaNya.

Kita, sebagai makhluk, 'hanya'lah perpanjangan tangan Tuhan di dunia untuk menyatakan kehebatanNya. So, jangan Ge-eR. Dialah yang hebat, bukan mereka, bukan kita.


Lalu bagian kita apa? Kan kita yang susah payah mengasah bakat ini hingga menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya?

Memangnya kamu pikir bakat itu bisa jadi lebih bagus tanpa ijinNya? Tanpa daya yang lagi2 Ia pinjamkan?

Mau tau apa yang benar2 jadi part kita sebagai makhluk?

Itu adalah mempertanggungjawabkannya hingga menjadi sesuatu yang membawa manfaat kebaikan, bagi diri kita dan bagi seluruh alam.

Maka saat kita kembali pada kalimat saya di awal,

Pada dasarnya, saya sulit sekali merasa kagum (HANYA) pada sosok makhluk. Entah fisik, entah kecerdasan, entah bakat seninya, apapun itu.

Itu lebih karena.... saya melihat kita semua seperti kaca bening, tembus pandang menuju keindahan dan kehebatan sejati di belakang kalian semua. Bagaimana mungkin saya bisa mengagumi kalian, apalagi diri saya sendiri? Karena kita semua hanyalah refleksi. Ya, refleksi dari sesuatu yang hakiki.

Persis seperti dulu, saat ayah saya menyuruh saya berdiri di depan cermin, menatap refleksi saya.

"Kamu bisa lihat bayanganmu?"

"Ya."

"Cantik seperti kamu kan?"

"Hah? Uufufufuuu....." *tersipu2 menjijaykan*

"Dia secantik kamu nggak?"

"Duh, iya deh.... (kalo emang dipaksa suruh bilang gitu sih <-- dalem hati)" *sambil garuk2 pala yg ketombean, memandang bayangan rambut gue yg awut2an dan muka berminyak ampe netes2*

"Dia ada di sana kan?"

"Ya, dia ada."

"Bayanganmu ada, tapi tidak nyata. Kamu lebih nyata, dibanding bayanganmu. Itu adalah analogi untuk Tuhan dan mahluk. Beliau nyata. Kita? Kita ada, tapi tidak nyata, kita fana, kita hanyalah refleksiNya."

Subhanallaaahhhh..............

Hebatnya Allah yang telah membuat analogi itu dan menitipkannya dalam mulut ayahku.

Hebatnya Allah yang telah menciptakan segala bentuk bakat seni, bakat iptek, bakat apapun itu, dan menitipkannya dalam tubuh2 manusia.

Hebatnya Allah yang telah menyembuhkan penyakit dari yang paling ringan hingga yang paling kronis melalui tangan seorang dokter.

Hebatnya Allah yang menyampaikan nasihat kebaikan pada kita melalui mulut/tulisan saudara kita yang lain atau melalui kejadian yang kita lihat.

"Momi, Kaka kejiduk. Tiupin, Momi.... Sembuhin..."

"Enggak Ka, bukan Momi yang sembuhin, Momi cuma bisa usaha obatin ya, nanti yang sembuhin Allah..."

Tidak akan saya anggap remeh hal yang satu ini. Meski Kaka baru umur 2,5 tahun, tapi kalimat semacam ini terus gue ulang2 dalam konteksnya masing2, hingga kelak ia paham.... bahwa Tuhanlah yang hebat!



.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

16 komentar:

Gilang Wicaksono mengatakan...

nice nice sip sip dapet pencerahan baru lagi hehehe tengkyu :)
manusia-manusia istimewa yang luar biasa mungkin memang salah satu cara Tuhan untuk menunjukan kebesarannya
kaya' si brandon IMB itu ya hehehe

btw kok kebetulan banget ya 2 hari ini ak debutan baca tulisan2nya kahlil gibran, rada ga mudeng :malu: ak lebih menikmati kasya sastra yang bahasanya lebih lugas

dalam bayanganku tuh kahlil gibran orang yg sibuk ama imajinasi n pemikirannya sendiri, tiada hari tanpa merenung XD

Juminten mengatakan...

aku baru ngeh kalo bakat itu dlm bahasa Inggris adalah "gift". :| iya, yah? kalo dipikir2 bener jg. ;)

berarti kalo kita diberikan kelebihan oleh Tuhan, itu karena Tuhan emang sayang sama kita ya, mbak?
*keinget komentarnya mbak desy di blogku* :P

chocoVanilla mengatakan...

Wah, jadi insap nih, secara aku penderita GR kronis :D

ellysuryani mengatakan...

Pada dasarnya kita memang gak boleh mengagumi (sekedar) mahluk. Sebab sesama mahluk ya sama-sama saja, punya kelebihan juga punya kekurangan. Kagumlah pada Dia pencipta mahluk. ya kan Des.

de asmara mengatakan...

.
gilang
ya mo gimana lagi, Kahlil Gibran emang dikasih bakatnya jadi orang pemikir Ru... kalo kaya' kamu kan bakatnya ke alam gitu yah, makanya segala gunung, pohon, tiang listrik, dipanjat2in semua, wkwkwk...

juminten
komen yg mana ya Nil? aku lupa euy...

ChocoVanilla
hah iya sama kok mbak, samaaa.. makanya mesti nau'in diri terus biar ga terhanyut sama pujian dan rasa GR.

Newsoul
setujuu!! tempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

.

Speakers Reviews mengatakan...

panjang,...dan bermakna, thanks for sharing

didot mengatakan...

ini postingan keren abis,lewat seorang desy lah Allah berkenan membagi pemikiran ini :)

benar banget,segala sesuatu hanya bisa terjadi karena pertolongan Allah saja.

kebetulan tadi saya baru membahas dengan pacar saya des ; bahwa gak penting siapa duluan diantara kita yg suka yg lainnya,karena kalau udah jodoh ,itu hanya masalah caranya aja,sebab kalau Allah sudah berkehendak pasti akan terjadi.
gak akan suka juga kalau Allah gak membuat manusianya suka,karena hati ini Allah yg membolak balikkan.

apapun yg terjadi dalam hidup ini,kita sebagai manusia hanyalah bisa berusaha menjalani sebaik2nya dari takdir yg telah ditetapkan oleh Allah :)

Awan Diga Aristo mengatakan...

:((
(terharu baca tulisannya)

keke mengatakan...

kagum sama diri sendiri salah satu jalan untuk bersyukur, finally!!
karena Allah memang menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna...
dan "sempurna" disini parameternya bukan sesama manusia, tapi dengan makhluk lain (ciptaan-NYA) sebagai pembanding.
Dan "GIFT" itu adalah bukan suatu kebetulan melainkan suatu "TAKDIR" yg diturunkan ke masing2 pemiliknya ;)

Poppus mengatakan...

dan sekali lagi, lu membuat gw merenung bu

de asmara mengatakan...

@Speakers
panjang ya pak? kalo udah nulis suka lupa diri emang... :P

@Didot
gantian ya dot, biasanya Allah 'berbagi' sama gue melalui elo kan?

@Awan
saya malah terharu mas Awan tumben2an mau mampir kemari. Makasih ya... ditunggu tulisan2 mas Awan yg terbaru yg seperti biasa alhamdulillah selalu bisa menginspirasi saya :)
.

de asmara mengatakan...

.
@Keke
ya, sbnrnya cara pandang kita ga jauh beda, cuma penyampaiannya aja yg beda. Yg ga pantes itu berhenti cuma sampe tahap 'kagum sama diri sendiri' tanpa menyadari siapa sosok yg menciptakan diri sendiri itu :)

@Brokoli
ayo merenung jeng... Allah cinta sama hambaNya yang dalam berdiri, duduk, dan rebahnya, suka merenungi kehebatan Beliau.
.

nh18 mengatakan...

Satu lagi kandidat the best post from friends.

Mangkanya saya suka gemes sama sementara mereka yang ... aaahhh apalah saya ini ... tak bisa apa-apa ... hanya seorang yang tidak berdaya ... ina ... inu ... menya...menye ...
Itu kan sama saja menyepelekan Pemberian NYA ...

Tanpa bermaksud untuk takabur ...
Seharusnya kita bangga ... karena DIA telah berkenan memberi kita ... GIFT ... (a special GIFT)

SO ... Use it ...
Di jalan NYA tentu ...

Salam saya De

Nuryadi mengatakan...

Des, tulisan yang bagus. Perkataan ayah Desi:"Dia ada, tapi tidak nyata. Kamu lebih nyata, dibanding bayanganmu."

Dia (Tuhan) adalah al-Khaliq (Pencipta) dan kita adalah makhluq (yang Diciptakan oleh Nya). "Dia berbeda dengan makhluq..."

Bicara Dia (Allah SWT) adalah bicara tentang ilmu pengetahuan dan ajaranNya, apa yang bermanfaat yang dapat kita terapkan di dunia ini...bukan fisik/zat atau materiNya. Thx Des.

Awan Diga Aristo mengatakan...

Saya terharu ngebaca yang Ayahnya mbak itu...
Ayah mbak tentu seorang terpelajar dan kemungkinan banyak baca buku. Analogi cermin itu pernah ditulis di salah satu bukunya Ibn 'Araby, cuma sy baru liat praktik riil ada yang nyampein itu ke anaknya dengan cara yang sangat manusiawi sekali, bukan melalui forum2 pengajian atau semacamnya...

yeb2552 mengatakan...

..gift posting..
,,*ck,ck,ck,,plok,plok,plok,,two thumbs up,,standing applaus*..

Posting Komentar