7 Des 2009

Kasihanilah anak-anak kami

Mana si Tessy? Bilang dicari'in sama saya!

Iya, pelawak yg nama aslinya Kabul dan hobinya pake cincin segambreng, suka berperan sebagai bencong, yg udel-nya dia banggain setengah mati sampe diekspos terus2an di tipi ...

Yang kata Tanti mirip Renny Jayusman (men, Tanti loh yg bilang!). Oia, sebelumnya, saya ngga lagi2 bilang RenJay mirip Julia Roberts deh. Ternyata di kantor saya ada adek kandungnya RenJay... aw aw aw! Mati saya kalo sampe dia baca postingan yg kemaren. Menurut saya, Julia Roberts ternyata lebih mirip sama Rebecca Reijiman ....



dan saya bener2 insyaf ga mau lagi ngata2in Julia Roberts, apalagi pake norak posting2 poto2 dia yg lagi jelek lah, yg lagi ga make-upan lah... Duh, saya childish banget kemaren. Mulai sekarang, saya hanya akan memajang foto JulBet yg cantik2 saja, yg wajahnya tersenyum manis dan sudah dipulas dengan apik, seperti ini......




Hah? Apa sih?? Hihihi.... ups, saya nggak ketawa kok... Cantik kan fotonya? Ah, apa sih, apa sih? Saya nggak ngerti apa yg kalian ributkan... Pfffttt...wkwkwkwk...KWAAAA KWAAA KWAAA SAYA GAK TAHAN LAGIII...!! HAHAHAHAAAA!!! *guling2an*

Duh tolooooonggg.....!! Kenapa jadi ngebahas Julia Roberts lagi iniiiii??? Ayo kita kembali ke kembarannya saja! Siapa tadi? Oh iya, si Kabul alias Tessy!

*tarik napas dalem2, stel tampang mesum laper serius* 

Ada yg ingat? Saat dulu sedang ramai2nya berita tentang larangan KPI untuk tayangan yg berbau kebencong-bencongan, Tessy termasuk yg paling lantang mementahkan larangan itu. Menurutnya, tidak ada korelasinya antara tayangan bencong dengan pengaruh terhadap anak2 yg menontonnya.

Bahkan ia berkata setengah menantang, "Saya belum pernah lihat ada anak yg nonton orang bencong trus jadi berkelakuan kaya' bencong! Mana buktinya?!!"

Pak Kabul yang terhormat, silahkan menginap semalam saja di rumah saya, dan bapak akan melihat satu mahluk mungil yang tanpa anda sempat menghitung sampai 3, dia dengan polosnya akan mempraktikkan semua yg dilihat dan didengar.... seketika!

Dan sebuah kotak ajaib jendela dunia itu, yg mau tidak mau terkadang lolos dari pengawasan ketat saya, telah menjadi pedang bermata dua bagi para orangtua seperti kami.

Siapa yg bisa hidup tanpa televisi? Hari gini? Susah.

Lebih susah lagi, karena acara2 di tv Indonesia sekarang kualitasnya...... ugh, apa kalimat yg diplomatis ya? Kualitasnya dipertanyakan?

Saya merindukan tayangan2 semacam TVRI punya dulu: Rumah Masa Depan, ACI, Losmen,... ataaau... okelah waktu TV2 swasta baru pada lahir: Siti Nurbaya, Kedasih, Buku Harian, Bu Guru Delima, Sahabat Pilihan, dan teman2nya..... Terakhir, saat masa2 kelam dunia pertelevisian sudah tak bisa ditolak lagi, yg tertinggal di garda terdepan hanya tinggal : Keluarga Cemara dan Si Doel Anak Sekolahan. SDAS pun akhirnya nyungslep saat Benyamin S. wafat.

Setelah itu..... saya cuma bisa terus berdoa agar kalian -para praktisi pertelevisian- dianugerahi empati oleh Tuhan. Ya, mampu menempatkan diri berada pada posisi kami, orangtua.

Jangan menuhankan seni. Dia bukan segala2nya. Terlebih seni adalah sesuatu yg sangat bias. Bisa jadi menurut kalian itu sebuah karya seni, sementara di mata kami itu tidak lebih dari sekadar sampah yang berbau busuk dan mengandung racun, terutama bagi anak2 yang filternya masih sangat lemah.

Jangan bilang itu semata2 tugas kami untuk selalu waspada dan membimbing anak agar menonton tayangan yg sesuai usianya. MASALAHNYA ADALAH: TIDAK ADA LAGI TAYANGAN YG SESUAI USIA ANAK2 DI TV KITA! Bahkan sinetron2 yg katanya buat anak kecil, tetap tidak lepas dari adegan kekerasan, dan sering kali tak lupa menyelipkan bumbu yg paling digemari saat ini........ tokoh banci!

Jangan berlindung di balik tameng kata2 "Ini pembunuhan karakter"... atau "Kalian mematikan asap dapur kami!"

Jika boleh memilih, akankah kalian memilih anak kandung kalian terlahir banci? Bukannya perempuan normal atau laki2 normal? Jika kalian tidak pernah berdoa bahwa kelak anak kalian terlahir banci, maka kalian sadar seutuhnya bahwa karakter banci itu tidak benar. Maka sewajarnyalah jika karakter banci tidak perlu dilanggengkan, apalagi dilestarikan. Andaikata sudah ada yg terlanjur seperti itu, bukan berarti kalian bebas merdeka untuk menebarkan pengaruh kepada yg masih normal untuk menjadi seperti kalian toh?

Dan asap dapur kalian, yg mengebul dengan begitu kencangnya berkat peran banci itu, kalian tiupkan di atas penderitaan dan kecemasan kami. Tidak adakah cara lain yg lebih baik untuk mencari nafkah? Yang mendatangkan manfaat bagi kalian (berupa materi) dan mendatangkan manfaat juga bagi kami yg menontonnya, bukannya justru mudarat?

Saya sudah bosan tersenyum miris membaca artikel tentang artis sinetron yg dalam wawancaranya berkata bahwa dia sendiri bahkan melarang anak2nya untuk menonton sinetron!! Betapa egoisnya. Ibarat makanan, kalian sudah tau itu racun, kalian melarang anak2 kalian memakannya, tapi makanan itu justru kalian hidangkan dengan bebas untuk disantap oleh anak2 lain.... SETIAP HARI!

Saya kuliah di fakultas ilmu komunikasi. Kalau Pak Kabul (atau siapapun) bertanya tentang bukti konkrit dari hasil terpaan media, saya masih punya buku2 jaman kuliah yg di dalamnya ada sejembreng fakta2 hasil riset di berbagai belahan dunia tentang betapa dahsyatnya pengaruh dari terpaan media, TERUTAMA YG TERUS MENERUS!


Tapi jika sesuatu yg bersifat textbook tetap enggan kalian percayai, ayolah, datang ke rumah saya... Kalum kecil saya itu, yg berwajah malaikat dan belum punya dosa itu, yg baru berumur 1 tahun 9 bulan, beberapa hari yg lalu mencekik leher saya, ibunya, sambil memaki2 saya.... 1 detik setelah ia melihat tayangan persis seperti itu di antara 2 anak perempuan berseragam SMA. Persis seperti itu.


Sengaja saya biarkan dia menontonnya saat itu. Saya hanya ingin membuat riset kecil dan nyata, setelah selama ini channel tv selalu saya pindahkan tiap ada adegan tak pantas. Dan percayakah Pak Kabul (atau Mbak Tessy?), acara yg buru2 saya pindahkan itu pun biasanya masih sempat tertangkap indra anak saya... dan dg kilat ia terkadang memukul saya, atau berteriak2 marah2.... meniru adegan sinetron, atau reality show yang sangat tidak real. Padahal, dia hanya menyaksikannya sekilas.

Dan mereka masih saja berkicau bahwa adegan2 seks bebas, hedonisme, kekerasan, serta transeksual.... bukan salah satu pemicu degradasi moral di negri ini.

Dan mereka terus menuding kami sebagai manusia2 yg sok suci, sok bermoral, sibuk mengurusi orang lain bukannya ngaca sama dosa2 diri sendiri....

Burukkah menjadi manusia bermoral? Kami hanya berusaha menjadi. Ini hanya salah satu bentuk upaya yang kami lakukan dengan berdarah-darah melawan arus yg makin kencang. Bukan orang lain yg kami sibuk urusi..... melainkan anak2 kami. Karena hal2 yg kalian lakukan, bersentuhan dengan kehidupan anak2 kami. Itu saja.







.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

19 komentar:

Unknown mengatakan...

Hai! Geli dan prihatin juga, saya bayangkan bayi Ibu bertingkah a la banci dan mencekik leher Ibu. Bisakah Ibu langganan Cartoon Networks atau Disney Channel saja? Ups, saya rasa itu nggak menolong ya.. :-)

ellysuryani mengatakan...

Hehehe. Anak-anak memang peniru aktif. Orang tua memang harus waspada. Pendampingan anak sangat perlu. Tapi, kadang-kadang anak-anak lebih kuat dari yang kita perkirakan. Saya juga prihatin dengan mutu acara di tv kita.

Unknown mengatakan...

Saya sebel juga kepada para artis dan produser yang nggak kapok kapoknya menampilkan MC bencong, pemain/artis sok bencong dlll
nyebelin
tapi kok eksis sih....
heran saya

Tanti Kursyaf mengatakan...

jadi kalum ngondek sekarang des????sini biar gue cium supaya balik normal lagi...hihihihihi...iya tuh...setuju banget gue ama post lo nih...menurut survei juga,orang yang sering nonton sinetron tuh jauh lebih sering ngerasa sedih daripada yang kaga nonton....ini survey beneran,gue liat di majalah..(walau masih rancu kolerasinya apa..gue ga sinetron minded aja bisa sedih yah...hhahhahah..)

de asmara mengatakan...

enggak, sih. dia bukan berlagak kebanci2an, naudzubillah. mungkin itu konsep yg belum dia mengerti, secara umurnya 2 taun aja belum.
yg dia sering tiru itu yg sifatnya suara atau gerakan.

tapi rasanya kekhawatiran saya nggak berlebihan soal bencong2 ini, krn pada usia balita, saat pikirannya sudah lebih kompleks dr skrg, dan mengerti apa itu laki2 & perempuan (dan banci), bukan ga mungkin dia tertarik utk niru2 lagak mereka (amit2 deh).

Dinoe mengatakan...

Menurut saya apapun gaya yg mereka tampilkan di Tv asal di rmh kembali jd lelaki sejati saya rasa tak masalah, yg penting niat nya tulus utk menghidupi keluarganya..

de asmara mengatakan...

mas Dinoe, ini bukan sekadar urusan mereka pribadi. saat berani melakukan sesuatu yg menjadi konsumsi publik, saat itu juga konsekuensinya adalah tanggung jawab terhadap publik.

efek yg mereka hasilkan dari perbuatan itu tidak main2.

Blogger Admin mengatakan...

ahahahaha sip tenan......bencooong ahahaha..met mlm...blogwalking nih....

Gilang Wicaksono mengatakan...

laptop si unyil ama bolang bagus juga tuh buat anak-anak
ak juga ngikutin si entong (skrang jadi simamat)sama si eneng, tapi gatau itu mendidik ato ga lol^^

kalo ga si kalum disuru nonton pretty woman aja biar gedenya ntar tau cara memperlakukan wanita dg baik tuh gimana
bravo julbet!

Blogger Admin mengatakan...

aq datang lagi mbak.......met malem......gmn kabarnya hari ini?

Gilang Wicaksono mengatakan...

oh iya jgn lupa si kalum disuru nonton hafiza tiap malem jam 7 di SCTV
yang main olivia jensen
biar kalum nanti lebih jago cari istri dibanding bapaknya^^

de asmara mengatakan...

@Adit:
baiknya mas Adit main2 ke rumahku teruuss ^o^
kbr hari ini menyenangkan mas!!

@Gilang:
setdeeehh foto profil lo Ruuu...!! *tutup muka tp mata tetap melotot*
olivia jensen jadi biasa aja ah rambutnya panjang gitu, lebih keren pas rambutnya pendek.

hey! back to the topic!!

Anonim mengatakan...

saran bu: langganan TV kabel aja. nonton Playhouse Disney atau Baby TV (Vision 2). harga langganan jadi murah banget kok sekarang, 85rb/bln diluar pemasangan dekoder. eh bukan bu, bukan...SUMPAH SAYA BUKAN SALES-nya Ind*vision bu... =))

atau belikan VCD anak-anak kan banyak banget tu di Ambass... pokoknya jangan sampai nonton TV lokal deh... ga berjodoh banget antara 'mendidik anak' dan 'TV lokal'.

Dian mengatakan...

Hello..salam kenal..
bole ikutan komen? saya juga punya balita. menurut saya, tayangan bencong (dan tayangan2 "bahaya" laennya tentunya) ga sepenuhnya bisa disalahkan. untuk saat ini memang tv mempunyai pengaruh yg sangat besar bagi balita yg sdg seneng2nya meniru, tapi pengaruh2 buruk laennya akan terus berdatangan seiring dengan bertambah besarnya sang anak. lingkungan sekolah, temen2 yg harus pintar2 memilihnya, dll. saya punya temen yg selalu diajak ke masjid oleh ortunya ketika masi tinggal bersama ortunya. tapi ketika dia kuliah, karena pengaruh temen sampai saat ini dia harus rehabilitasi penyembuhan dari narkoba.

kesimpulannya, dari kita pribadi lah bagaimana caranya menerapkan "tameng" untuk anak kita supaya ga gampang terpengaruh, dan bisa memilih mana yg baek dan buruk ketika besar nanti.

saya pribadi untuk masalah tv ini, lebih memilih ga menghidupkan acara tv ketika anak masi "on", tapi klo mereka on, saya hidupkan channel Al-Qur'an, ato cd khusus anak2...

terimakasih,
Wassalam

puri mengatakan...

@ tanti: itu korelasi.. bukan kolerasi :p
kl kolerasi itu sejenis penyakit ya? hihihi....

de asmara mengatakan...

@Dian:
mengquote kalimat Dian:
"saya punya temen yg selalu diajak ke masjid oleh ortunya ketika masi tinggal bersama ortunya. tapi ketika dia kuliah, karena pengaruh temen sampai saat ini dia harus rehabilitasi penyembuhan dari narkoba."

ini padanan logika saya:
ADA orang beragama yg moralnya bejat, dan ADA orang atheis yg begitu luar biasa baik dalam kesehariannya....

apakah lalu membuat kita mengambil kesimpulan utk atheis saja?

karena logika sebaliknya pun bisa saya berikan, bukan?

buat saya, lingkungan yg kondusif adalah WAJIB orangtua berikan utk anaknya. Dan lingkungan yg kondusif itu meliputi: keluarga, lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan, & yg tak kalah pentingnya: MEDIA! (tv, radio, majalah, internet, dsb)

terimakasih atas kunjungan & pendapatnya ya Mbak Dian :) ingin sekali mengunjungi balik, tapi link yg kamu kasih salah tuh... ^,^

Dian mengatakan...

kunjungan balik nih mbak desy :)

Contoh temen saya itu merupakan perumpamaan untuk ga melulu menyalahkan orang laen sbg penyebab pengaruh buruk ke anak kita. Gimana caranya didikan kita supaya mereka bijaksana memilah baek buruknya sesuatu dan sesuai dgn tuntunan agama. Dan tentunya diiringi doa kita selalu buat mereka.

Maaf, saya ga punya blog, ga pinter nulis kayak mbak, tapi selalu mengikuti tulisan mbak yg inspiratif yg sayang klo dilewatkan. Terus terang tulisan mbak kadang bikin saya manggut2, ketawa terbahak2, juga menangis haru. What a really nice blog!
Anggap saja saya penggemar gelap mbak...hihih...

de asmara mengatakan...

Got the point! thanx ya, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mendidik dan mendoakan yang terbaik untuk anak2 saya...

ini Dian Nrlt bukan yaaa? hehe, saya bikin inisial tuh, takut ntar diteror FB kamu ^^
eniwe, thx 4 the compliment ya!

Anonim mengatakan...

des,aku baru baca dan kayaknya kita perlu bahas ini panjang lebar kalau ketemu nanti...

jujur this is one of my concern ,meski saya belum punya anak,tapi saya kuatir gak bisa mendidik dengan baik mengingat acara2 TV seperti ini mutunya belakangan ini :(

Posting Komentar